Tuesday, February 18, 2014

Nyeri akibat Endometriosis?. atasi dengan obat ini


Bayer Indonesia hari ini meluncurkan obat oral untuk
terapi endometriosis bagi wanita Indonesia. Obat ini mengandung dienogest 2 mg dan
telah terbukti secara klinis mengurangi nyeri akibat endometriosis 1,2,3 dan menurunkan
implan endometriosis yang berada di luar rahim.1Di samping itu, dienogest memberikan
profil keamanan dan toleransi yang baik tanpa mengakibatkan turunnya kadar estrogen di
bawah tingkatan fisiologis dalam tubuh wanita.

Ingrid Dreschel, Vice President Bayer Healthcare Pharmaceuticals dalam sambutannya
mengatakan, “Bayer dengan misi “Science for A Better Life” terus berkontribusi terhadap
kehidupan masyarakat lewat inovasi yang berkelanjutan (innovation and sustainability).
Salah satu area yang menjadi fokus inovasi kami adalah di bidang Women’s Health,
yaitu dengan menghasilkan obat-obatan terbaru di samping kontrasepsi dengan tujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup wanita. Kami yakin peluncuran dienogest 2 mg di
Indonesia merupakan terobosan terbaru yang memberikan pilihan inovatif bagi wanita
dalam mengurangi nyeri endometriosis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.”
“Di samping itu, sebagai perusahaan kelas dunia yang telah berkiprah selama 150 tahun
di dunia, kami berkomitmen untuk terus melakukan inovasi untuk meningkatkan derajat
kesehatan umat manusia di seluruh dunia,” lanjutnya.
Prof.Dr.dr.Ali Baziad, SpOG (K) dalam penjelasannya mengatakan, “Endometriosis
merupakan penyakit yang akan memengaruhi keadaan fisik, mental dan keadaan sosial
Bayer di Indonesia Luncurkan Obat Oral yang Mengandung
dienogest 2 mg untuk Hilangkan Nyeri Akibat Endometriosis
 1 dari 10 wanita menderita endometriosis
 Endometriosis menyebabkan penurunan kualitas hidup, nyeri hebat dan kesulitan
memperoleh keturunan
- 2/4 - L.ID.WH.09.2013.0780
penderitanya. Selain menimbulkan rasa nyeri (nyeri haid, nyeri panggul, nyeri buang air
besar, nyeri sanggama) yang sangat mengganggu sehingga menurunkan kualitas hidup,
endometriosis dapat menurunkan kesuburan penderitanya sehingga sulit untuk
memperoleh keturunan. Endometriosis bisa menyebar ke beberapa bagian tubuh bahkan
sampai ke otak dan paru-paru, penderita yang mengidap endometriosis dapat mengalami
pengempisan paru-paru dan mengalami kejang setiap kali haid.”
“Di Asia, masing-masing negara berbeda dalam menangani masalah endometriosis
termasuk di dalamnya berbeda dalam akses untuk layanan kesehatan dan tingkat
pengetahuan tentang endometriosis. Banyak wanita, khususnya di daerah pedesaan,
hanya diberikan obat penahan nyeri untuk menangani masalah endometriosis mereka.
Terbatasnya tenaga spesialis dan alat operatif (laparoskopi), adanya anggapan yang
menyatakan bahwa nyeri pra haid merupakan hal biasa dan akan hilang dengan
sendirinya ketika menikah dan punya anak sehingga tidak perlu berkonsultasi ke dokter
juga merupakan hal-hal yang sering dijumpai di negara Asia yang menyebabkan
tertundanya diagnosa dan dilakukannya terapi endometriosis. Di samping itu, terbatasnya
data (laporan) mengenai gejala endometriosis mengakibatkan sulitnya menganalisa data
tentang penyakit ini dan beban yang ditimbulkannya,” lanjutnya.
“Untuk itu, pada tahun 2012, para pakar di bidang kebidanan dan kandungan di Asia yang
tergabung dalam Compendium of Expert Opinion on Endometriosis Management
mengeluarkan suatu guideline yang berjudul “Insight on Endometriosis in Asia” yang
bertujuan untuk menghubungkan data internasional dengan data lokal sehingga dapat
membantu dalam menangani endometriosis, menurunkan morbiditas, mengatur
tatalaksana manajemen endometriosis serta mengurangi beban kesehatan yang
ditimbulkan akibat penyakit ini.”
Sementara itu pada kesempatan yang sama, dr.H.Andon Hestiantoro, SpOG (K)
mengemukakan, “Masalah endometriosis merupakan masalah yang penting karena
menyangkut wanita dalam masa usia reproduksi. Sebanyak 5-20% pasien endometriosis
berkonsultasi ke dokter tanpa gejala/keluhan, kasus inferitilitas sebanyak 40-60% serta
dengan keluhan nyeri sekitar 70%. Dapat dikatakan, prevalensi endometriosis di
Indonesia adalah sekitar 5 % pada pasangan usia subur.”
- 3/4 - L.ID.WH.09.2013.0780
“Hampir 90% wanita mengalami keadaan dimana darah haid membalik dan masuk
kedalam rongga perut dan menempel. Dengan sistem kekebalan tubuh yang cukup,
biasanya kondisi ini dapat dibersihkan, namun adakalanya sistem kekebalan tubuh tidak
bekerja dengan baik sehingga menyebabkan timbulnya endometriosis sekitar 20-30%.
Terdapat tatalaksana yang dapat dilakukan dalam menangani endometriosis, yaitu yang
pertama, manajemen nyeri dengan menggunakan anti nyeri, anti steroid, golongan
hormon serta golongan enzim dengan prinsip pengobatan membuat menopause atau
kehamilan palsu. Dalam keadaan nyeri tidak tertolong karena adanya kista, pengobatan
dapat dikombinasikan dengan tindakan laparoskopi atau laparoktomi (pembedahan).
Selanjutnya manajemen infertilitas, biasanya dilakukan operasi karena endometriosis
akan mengganggu menempelnya janin ke rahim, gerak sperma, pematangan sel telur,
menyumbat saluran telur serta merubah struktur anatomi organ genitalia,” lanjutnya.
“Di Indonesia, kini sudah terdapat Konsensus Tatalaksana Nyeri pada Endometriosis
yang diluncurkan Himpunan Fertilitas Indonesia (HIFERI) pada PIT POGI di Medan, 17
September yang salah satu intinya adalah mengatur tentang pendekatan pengobatan
dengan terapi berdasarkan tingkatan penyakit, yaitu lini 1 (ditangani oleh dokter umum),
jika belum cukup lanjut meningkat ke lini ke 2 (ditangani oleh dokter spesialis kebidanan
dan kandungan) serta pada lini ke 3 ditangani oleh dokter spesialis kebidanan dan
kandungan konsultan endokrinologi. Kami menghimbau kepada masyarakat, untuk
menurunkan angka kejadian endometriosis di Indonesia, dapat melakukan perubahan
pola hidup, memperbaiki lingkungan, salah satunya menurunkan tingkat polusi serta
meningkatkan pengetahuan mengenai endometriosis.”
dr. Thomas Faustman, PhD, peneliti Bayer yang terlibat dalam studi tentang dienogest
menjelaskan, “Dienogest merupakan progestin yang telah diuji untuk terapi endometriosis
dalam jangka panjang.”
“Studi klinis membuktikan bahwa pemakaian Dienogest 2 mg memberikan efek
kemanjuran yang sama dengan GnRH-analog. Namun demikian, efek samping
penurunan kepadatan massa tulang (BMD) pada Dienogest 2mg /hari lebih ringan
dibandingkan efek hipoestrogen akibat pemakaian GnRH-analog seperti semburan
panas, sakit kepala, gangguan tidur, penurunan libido dan vagina kering. Dienogest 2 mg
- 4/4 - L.ID.WH.09.2013.0780
juga efektif dan dapat ditoleransi dengan baik yang ditunjukkan pada studi jangka
panjang ” jelasnya. “Endometriosis memberikan beban berat bagi wanita di usia produktif
mereka, sehingga kami berharap hadirnya sebuah pilihan terapi Dienogest merupakan
berita gembira bagi wanita Indonesia,” tutupnya.

0 comments:

Post a Comment

Site Search