Dalam menjalankan ibadah puasa, penyandang diabetes dihadapkan pada
perubahan jadual maupun pola makan serta perubahan aktifitas jasmani sehingga berpotensi
tidak terkendalinya glukosa darah yang meningkatkan timbulnya risiko dehidrasi, hipoglikemia
maupun hiperglikemia.
Hipoglikemia, yaitu suatu keadaan dimana kadar glukosa dalam darah turun sangat drastis
disebabkan oleh asupan makanan yang kurang memadai. Hipoglikemia merupakan hal yang
menjadi perhatian karena risiko terjadinya hipoglikemia pada saat bulan puasa adalah 7,5 kali
terutama pada saat 15 hari pertama dan risiko dirawat di RS akibat keadaan ini meningkat
sebanyak 5 kali (1).
Agar penyandang diabetes dapat melaksanakan ibadah puasa dengan aman, maka diperlukan
penyesuaian yang memadai di samping pemahaman yang benar tentang perubahan perilaku
penyandang diabetes yang akan berdampak pada terjadinya perubahan profil glukosa darah.
Berdasarkan pemahaman tersebut, Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PB
PERKENI) menyusun program penatalaksanaan diabetes selama menjalankan ibadah puasa. Hal
ini juga didukung Program “Sadar Diabetes” PT Novartis Indonesia. Demikian beberapa pesan inti
yang mengemuka pada Seminar Media hari ini.
Prof DR. Dr. Achmad Rudijanto, Sp.PD –KEMD, Ketua PB PERKENI dalam membuka acara ini
mengemukakan, “Peningkatan prevalensi diabetes mellitus di Indonesia telah menjadi ancaman
yang serius dibidang kesehatan. Diproyeksikan pada tahun 2030 akan ada 21,3 juta pasien dengan
diabetes mellitus. Agama Islam mewajibkan pemeluknya yang sudah akil baligh untuk
melaksanakan puasa selama bulan Ramadan. Indonesia sendiri adalah salah satu negara dengan
pemeluk agama Islam terbanyak di dunia, yang dalam sebulan di setiap tahun atau di bulan
Ramadan, wajib melaksanakan syariat agama seperti diperintahkan dalam Al-Qur’an. Masalah
kesehatan, terutama bagi umat Islam penyandang diabetes yang melaksanakan puasa wajib
tersebut, seyogyanya mendapat perhatian khusus, terutama dari para penyedia layanan
kesehatan. Untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan, PERKENI berkomitmen untuk
mengedukasi para penyelenggara pelayanan kesehatan, khususnya para dokter yang menangani
penyandang diabetes yang ingin menjalankan ibadah puasa, agar dapat menjalankan ibadah
puasa dengan aman.”
“Hadirnya Panduan tatalaksana diabetes yang disusun dan diterbitkan oleh PB PERKENI
diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para penyandang diabetes itu sendiri dalam memahami
dampak puasa terhadap perjalanan penyakitnya, sehingga dapat mempersiapkan diri dalam
upaya menjalankan ibadah puasa dengan baik,” lanjutnya.
Sementara itu pada kesempatan yang sama, Prof DR. Dr. Djoko Wahono Soeatmadji, Sp.PD –
KEMD , Ketua Ramadan Working Group mengatakan, ”Ramadan Working Group merupakan salah
satu kelompok kerja PB PERKENI yang menyusun dan menerbitkan ‘Panduan Penatalaksanaan DM
Tipe 2 pada Individu Dewasa di Bulan Ramadan” dengan tujuan utama adalah keselamatan pasien
dengan cara mencapai kendali glikemi yang stabil. Buku ini antara lain berisi tentang risiko terkait
berpuasa pada pasien diabetes, masalah yang perlu diperhatikan bagi pasein diabetes, penilaian
medis pra-ramadan, edukasi diabetes khusus terkait puasa Ramadan, pengelolaan diabetes tipe 1
dan 2, kehamilan dan puasa Ramadan, pengelolaan hipertensi dan dislipidemia. Dalam hal ini
Program “Sadar Diabetes” PT Novartis Indonesia sangat mendukung Ramadan Working Group
dari proses awal penyusunan hingga segera bisa secepat mungkin menerbitkan Buku Panduain ini
bagi kalangan professional kesehatan di Indonesia. Tujuan akhirnya adalah agar membantu pasien
diabetes mempersiapkan diri dalam memasuki bulan suci Ramadan.”
Masalah umum yang perlu diperhatikan saat menjalankan puasa Ramadan adalah perencanaan
pengelolaan yang berbeda pada setiap individu (individualisasi), pemantauan glikemik secara rutin
terutama bagi pasien DM tipe 1 dan 2 yang menggunakan insulin, nutrisi pada pola diet harus
berbeda dengan diet sehat sehari-hari, mempertahankan aktivitas jasmani, menghentikan puasa
apa bila mengalami risiko yang terkait dengan DM.
Dalam menjelaskan tentang hipoglikemia yang merupakan faktor risiko utama diabetes pada
puasa,ia mengatakan, “Diperkirakan hipoglikemia merupakan penyebab kematian pada 2–4%
pasien DM tipe 1. Walaupun kontribusi hipoglikemia sebagai penyebab kematian pada DM tipe 2
masih belum jelas, dugaan hipoglikemia sebagai penyebab kematian tidaklah jarang. Angka
kejadian hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 beberapa kali lipat lebih rendah dibandingkan DM
tipe 1.”
Gejala hiploglikemia umumnya meliputi tubuh gemetar, keringat dingin, wajah pucat, pusing dan
mual. Jika tidak segera ditangani dengan baik dikhawatirkan penderita akan mengalami koma
diabetik atau hilangnya kesadaran beberapa saat.
Hasil studi EPIDIAR menunjukkan bahwa pada puasa Ramadan dapat meningkatkan risiko
hipoglikemi berat sehingga membutuhkan perawatan di rumah sakit. Hipoglikemi di bulan
Ramadan meningkat 4,7 kali lipat pada pasien DM tipe 1 (3–14 kejadian/100 individu/1 bulan) dan
7,5 kali lebih sering (0,4–3 kejadian/100 individu/1 bulan) pada pasien DM tipe 2. Angka kejadian
tersebut dianggap terlalu rendah karena belum menghitung kejadian hipoglikemi yang tidak
memerlukan perawatan di rumah sakit, tetapi memerlukan bantuan pihak ketiga. Risiko
hipoglikemi yang berat dikaitkan dengan penggunakaan insulin atau sulfonilurea dan glinid,
perubahan dosis obat, dan perubahan gaya/aktivitas hidup yang terlalu drastis. (2).
“Namun demikian,”dijelaskan lebih lanjut oleh Prof DR. Dr. Djoko Wahono Soeatmadji, Sp.PD –
KEMD, “Tata laksana dini dan proaktif dapat membantu penyandang diabetes menghindari
hipoglikemia selama puasa. Latihan yang dilakukan untuk melakukan hal ini dengan baik dapat
dilakukan 1 atau 2 bulan sebelum bulan puasa. Perbaikan asupan nutrisi dan obat-obatan juga
dapat dilaksanakan sedari dini agar penyandang diabetes dapat menjalankan ibadah puasa
dengan aman.”
Puasa Ramadan pada pasien diabetes terkait dengan berbagai risiko. Pasien DM tipe 1 yang
mempunyai riwayat hipoglikemia berulang, atau riwayat hipoglikemia yang tidak disadari
(unawareness), atau kendali glikemi-nya buruk akan berisiko mengalami hipoglikemi yang tinggi.
Sementara pada pasien DM tipe 2, keputusan untuk menjalankan puasa Ramadan seharusnya
diambil sesudah melakukan konsultasi dokter/tenaga kesehatan terkait dengan risiko yang
mungkin terjadi.
“Semua pasien diabetes yang akan menjalankan puasa Ramadan seharusnya mempersiapkan diri
untuk pemeriksaan medis, yaitu menilai status kesehatannya dan mendapat pendidikan khusus,
agar puasa yang akan dilaksanakan berlangsung dengan aman. Pemeriksaan medis tersebut
ditujukan untuk kenyamanan pasien secara umum, mempertahankan kendali glikemi, tekanan
darah, serta lemak darah,” tutupnya.







0 comments:
Post a Comment